Suara kendaraan yang
melaju kencang maupun lambat, di tambah dengan sesekali suara klakson,
tertangkap oleh indra pendengaranku. Sesekali aku menutup hidung serta mulutku
dengan tangan kanan untuk menghalangi debu masuk dalam tubuhku.
Aku melirik jam yang
melingkar di tangan kananku, jarum panjangnya menunjuk angka 2, dan jarum
pendeknya menunjuk angka 4. Memang belum terlalu sore, tapi masalahnya adalah
aku masih memakai seragam sekolah sambil membawa 2 buku tebal di tangan kiriku
dan di punggungku ada tas yang beratnya lumayan bisa membuat bahuku remuk.
Dan yang lebih parahnya
lagi adalah tidak ada tempat duduk disini sedangkan kakiku sudah tidak kuat
lagi untuk berdiri terlalu lama. Tidak hanya itu, perutku juga sudah berteriak
untuk diberikan makanan.
“Ya allah, turunkanlah
keajaiban untuk hambamu ini” aku hanya bisa bedoa dalam hati.
Setelah melewati
penderitaan ini hampir 25 menit, akhirnya aku melihat apa yang ditunggu-tunggu.
Dengan sadar aku tersenyum saat mobil biru yang ternyata tak berpenumpang itu
berhenti tepat di depanku. Meskipun sedikit kecewa karena tidak ada penumpang
lain, tapi perasaan bahagia lebih mendominasiku. Aku mengucapkan terima kasih
kepada Allah dalam hati.
“Jurusan ke Takalala?”
tanyaku dengan cepat kepada orang yang mengemudikan mobil ini.
“Iya” jawabnya singkat.
Dengan penuh semangat aku
langsung naik ke mobil itu dan duduk di tempat yang dekat dengan pintu. Mobil
kemudian melaju dengan kecepatan sedang. Aku hanya bisa bersyukur akhirnya
penderitaan ini berakhir juga.
Belum sampai 5 menit aku
merasakan kebahagiaan, tiba-tiba mobil yang ku tumpangi ini berhenti. Aku
melihat kedepan untuk mengetahui apa yang terjadi. Dan ternyata banyak sekali
kendaraan yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.
Indra pendengaranku
menangkap suara teriakan dan tepuk tangan banyak orang dari arah lapangan yang
memang dekat dari sini.
“Ada apa?” tanyaku pada
supir
“Ada pertandingan di
lapangan, dan ternyata ada langganan disini”
“Jadi mereka mau di
tunggu?”
“Sepertinya begitu.
Sebentar aku tanya mereka dulu”
Setelah mengucapkan itu,
sang supir pergi menjauh dari mobil dan mendekat ke sekelompok orang di
lapangan. Aku hanya memandang mereka dan berharap langganan supir itu
mengatakan ‘Tidak usah menunggu kami’. Semoga harapanku terwujud.
Setelah beberapa menit,
supir itu kembali lagi ke mobil.
“Mereka minta di tunggu
saja.”
Harapanku langsung runtuh
saat mendengar kalimat itu.
“Apa masih lama?”
“Iya, karena
pertandingannya selesai jam 6 sore”
“Ha?” kagetku, sambil
melirik jam yang ternyata masih jam 4:45 pm.
“Kenapa? Mau pindah mobil
saja?”
“Iya. Karena aku harus
cepat-cepat sampai rumah.”
“Oh ok. Tunggu aku
carikan mobil ke Takalala”
Setelah itu dia pergi
lagi, mungkin untuk membantuku mencari mobil jurusan Takalala. Memang
seharusnya begitu.
Aku turun dari mobil dan
mengikuti supir itu yang mendekat ke mobil biru lainnya. Aku melangkahkan
kakiku sambil menunduk. Aku sudah seperti anak ayam yang selalu ikut kemana pun
induknya pergi.
Aku terus berjalan tanpa
memandang apa yang ada di depanku, karena aku sangat malu. Siapa yang tidak
malu kalau keadaannya seperti ini?. Aku yakin, kalau orang yang katanya tidak
punya malu, juga akan malu kalau berada di keadaan seperti ini.
Keadaan dimana saat ini,
aku berada di tengah-tengah orang yang tidak dikenal. Dan tubuhku ini rasanya
tertusuk oleh tatapan tajam dari banyak orang. Aku yakin mereka memandangku
dengan berbagai macam tatapan.
“Auuu” teriakku sambil
memegang pelipisku.
Aku lalu memandang kedepan
dan ternyata aku menabrak bagian belakang salah satu mobil yang terparkir
sembarangan.
“Kau tidak apa-apa?”
tanya seseorang yang entah dari mana asalnya.
Aku hanya bisa
menggelengkan kepalaku tanda aku baik-baik saja, kecuali pelipisku yang masih sakit.
“Baguslah kalau kau
baik-baik saja”
Aku masih belum melihat
orang yang berbicara tadi karena aku kembali menunduk. Keadaanku makin
memalukan dan makin menyedihkan saat ini.
“Aku ingin cepat-cepat
pulang!” teriakku dalam hati.
“Hei, kau baik-baik saja?”
tanya orang itu lagi sambil menyentuh bahu kananku.
Aku tersentak dan
langsung menegakkan badanku. Mataku menatap ke depan, tepat ke manik matanya
yang jernih. Alis tebal dan hidung yang sempurna ikut masuk dalam pandanganku.
Rambut yang sedikit berantakan itu juga ikut masuk dalam pandanganku. Bibirnya
yang tersenyum seakan menyambutku, dan sepertinya bibir itu bergerak dalam
penglihatanku. Aku mendengar suaranya, dan suaranya seakan menyapaku.
“Kau baik-baik saja?”
tanyanya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Aku tersentak
untuk yang kedua kalinya dalam kurun waktu kurang dari 2 menit. Aku megucek
kedua mataku dengan satu tangan, untuk memastikan apa yang aku lihat tadi
memang benar-benar ada.
“Kau menghayal?!”
tanyanya yang lebih bisa disebut sebagai pernyataan.
“Ya, eh tidak.” Jawabku
tidak jelas.
“Maksudku, aku baik-baik
saja” tambahku.
“Oh, baguslah. Kalau
begitu aku pergi dulu. Hati-hati” Ucapnya sambil tersenyum lalu pergi menuju
lapangan dan bergabung dengan orang banyak.
Aku masih memandanganya.
Membayangkan apa saja yang bisa aku bayangkan. Dia keberuntungan pertamaku hari
ini. Satu-satunya keberuntungan dari sekian banyaknya kesialan untuk hari ini.
Lamunanku terhenti karena
suara teriakan dari belakangku. Aku lalu berbalik.
“Apa?” tanyaku kepada
supir yang berteriak tadi.
“Jadi pulang?”
Sebelum menjawab, aku
memandang ke lapangan, tepatnya ke arah dia. Lalu memandang ke supir lagi.
“Jadi.” Jawabku.
“Kalau begitu naik mobil
ini saja” jawabnya sambil menunjuk mobil yang ada di depan kami ini. Mobil yang
membuat pelipisku sakit.
“Baiklah” jawabku lalu
berjalan ke arah pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Lalu supir itu pergi
menjauh entah kemana.
Ada 3 penumpang lainnya
di dalam mobil ini. Semuanya masih memakai seragam sekolah sepertiku. Tapi ada
satu yang kurang di sini, supir. Ini artinya, aku harus menunggu lagi.
“Benar-benar menyebalkan”
ucapku dalam hati.
Lalu aku memandang ke
luar jendela. Dan sosok sempurna itu masuk lagi kedalam indra penglihatanku.
Kakinya bergerak cepat mendatangi bola dan tangannya dengan lihai memukul bola
itu untuk melumpuhkan lawannya. Aku hanya bisa tersenyum melihat pemandangan
yang indah ini.
Tanpa aku sadari,
ternyata mobil ini sudah bergerak dan pemandangan itu perlahan-lahan lenyap
dalam pandanganku. Aku lalu teringat kepada supir tadi. Dia yang berjasa dalam
hariku. Berjasa memberikanku kesialan yang tak terhitung, dan satu
keberuntungan yang tak akan kulupakan.
Aku berharap, kesialan
hari ini tidak akan terulang. Dan keberuntungan seperti hari ini akan datang
kembali.
SEKIAN.. ‘Tunggu cerita
keberuntunganku selanjutnya ^_^’
0 Comments