Langit cerah menyambut semua yang ada disini. Udara
pagi menyapa lapangan yang penuh dengan lautan manusia. Rumput bergoyang
seirama dengan angin yang berhembus. Warna putih bercampur hijau mendominasi
indra penglihatan. Kertas warna-warni yang dipotong kecil-kecil menempel pada
tali sebagai pembatas yang mengelilingi lapangan.
Spanduk besar yang bertuliskan ‘SELAMAT HARI
RAYA IDUL FITRI 1434 H’ tergantung di beberapa sudut lapangan, termasuk di
jalan utama masuk lapangan dan di belakang mimbar besar yang ada di depan.
Aku merasakan bibirku tertarik ke atas
memandang sekeliling. Aku makin tersenyum lebar saat mataku tertuju pada wanita
yang paling aku hormati dalam hidup ini. Dia sudah duduk rapi, duduk sila, di samping tanteku. Dia berbalik saat
menyadari tempat di samping tongkatnya masih kosong. Mata kami bertemu, dia
tersenyum saat melihatku juga tersenyum lebar memandangnya.
“Ayo cepat kesini, shalat akan segera dimulai”
ucapnya sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya. Aku hanya mengangguk
membalas ucapannya dan bergegas mengambil tempat di sampingnya.
Aku menggelar sajadahku saat bersamaan imam
sudah mengkomandankan untuk memulai shalat Id.
Tak henti-hentinya aku menyelipkan kata syukur
kepada Allah di setiap gerakan shalatku. Aku tak sadar ternyata aku sudah
menitihkan air mata di sujud terakhirku dalam shalat ini, air mata bahagia.
Selesai salam aku langsung menarik tangan
wanita di sampingku, lalu menciumnya lama. Wanita yang sangat aku sayang,
Ibuku. Aku merasakan mata ibu juga merah berkaca-kaca, berusaha menahan air
matanya.
Aku tidak mau ibu melihat mataku yang sudah
berair, jadi aku langsung menghadap kedepan lagi setelah melepaskan tangan ibu.
Aku tidak mau ibu sedih melihat air mataku, meskipun ini air mata bahagia. Karena
aku tau, ibu tidak suka melihatku menangis.
Aku menengadahkan kedua tanganku ke langit,
memanjatkan doa.
“Ya Allah ya Rabb, terima kasih atas
kebaikanMu yang mengabulkan do’aku selama setahun terkahir ini. Aku sangat
bahagia, Engkau benar-benar mendatangkan hari ini sesuai harapanku. Aku
bahagia,, ya Allah.”
“Maafkanlah segala dosa yang telah aku lakukan
selama ini, dosa besar yang telah aku lakukan beberapa tahun terakhir.
Mengabaikan Engkau yang maha besar, mengabaikan perintah-perintahMu yang sangat
bermanfaat, mengabaikan Ibuku yang sangat mengkhawatirkanku, mengabaikan
keluarga yang menyayangiku, Maafkan hambaMu ini ya Allah..”
Satu tetes air mata jatuh lagi mengenai
mukenah yang aku kenakan, dua tetes, tiga tetes.
“Ya Allah, untuk saat ini, aku hanya meminta
semoga Ibu dalam keadaan sehat selalu, tetap menjadi ibu yang menyayangiku,
rendah hati, sabar. Dan selalu menjadi wanita hebat yang menjadi inspiraiku..
Amin ya rabbil alamin..”
Aku mengusap air mataku sebelum berbalik
memeluk ibu. Mata kami bertemu, aku melihat mata ibu sudah basah. Posisi ibu
masih sama seperti saat tadi dia memanggilku, yaitu posisi duduk rapinya, duduk
sila. Ibu memang shalat dalam posisi duduk karena keterbatasannya.
Aku langsung menarik lagi tangan ibu dan menciumnya
lebih lama dari tadi, di tambah aku sedang menangis sekarang. Aku tetap tidak
bisa menahan air mata ini.
Setelah melepas tangan ibu, aku langsung
memeluknya. Meluapkan segala emosi dan perasaan yang mendalam kepada ibu. Ibu
membalas pelukanku, tangannya membelai kepala hingga punggungku. Aku kembali
merasakan perasaan hangat.
“Jangan menangis, nanti kau tambah jelek”
canda ibuku, yang aku tau dia juga masih menangis, meskpiun tidak separah aku.
Aku menghiraukan gurauannya.
“Maafkan aku bu’. Maafkan aku.”
“Ibu selalu menyayangimu, tidak ada yang perlu
di maafkan diantara kita nak”
Ya, itulah ibuku, hatinya sangat baik. Aku
melepaskan pelukanku saat mendengar suara keras dari depan, tanda khotbah akan
dimulai. Aku mengusap air mataku.
“Menghadap kedepan nak, supaya kau lebih
menghayati khotbahnya”
“Aku ingin melihat ibu lebih lama”
“Kau bisa sepuasnya memandangi ibu saat di
rumah” Ibu sudah menghadap kedepan menyisakan aku yang masih menghadap ke
samping. Aku akhirnya menuruti perkataan ibu.
Meskipun mataku tertuju pada mimbar, tapi
pikiranku sudah berpindah tempat ke masa lalu. Dimana kejadian itu bermula.
Kira-kira 15 tahun yang lalu saat umurku masih 3 hampir 4 tahunan.
Saat itu, Ibu akan pergi menjemput kakak yang
sekolah di salah satu TK di daerah kami. Untuk sampai ke sekolah kakak, ibu
harus menumpang angkot terlebih dahulu. Kulihat ibu sudah siap-siap di depan
pintu.
“Nak, ibu pergi dulu. Nanti ibu singgah
panggil tante kamu buat jagain kamu. Jangan nakal ya.”
“Ibuu, ikut” rengekku sambil menarik-narik
ujung baju yang dikenakannya.
“Ibu cuma sebentar sayang,” ucapnya
menenangkanku sambil mengusap kepalaku. Lalu mencium dahiku. Di saat itu juga,
tanteku tiba dirumah. Sepertinya ibu sudah menelponnya tadi.
“Untung kamu datang, jagain keponakanmu sebentar
ya” ucapnya kepada tante.
“Siap kak,.”
Setelah itu aku melihat ibu sudah berjalan
melewati pintu. Aku menangis ingin ikut. Tanteku berusaha membujukku untuk
tidak menangis lagi, tapi apa daya, aku tetap menangis saat itu.
Setelah 30 menit menangis terus, ibu belum
juga pulang. Tante sudah panik dari tadi. Maklum, umur tante saat itu masih 16
tahun. Dia segera menelpon ibu dan mengatakan kalau aku menangis terus dengan
nada panik yang luar biasa. Jadilah ibuku ikut panik. Yang aku dengar saat itu,
ibu sudah menunggu angkot untuk pulang. Tapi karena telpon tante, ibu segera
menumpang mobil apa saja yang lewat, mobil pick up.
Tante terus menenangkanku, mengatakan ibu akan
pulang. Yang aku ingat, aku sudah mulai tenang saat itu. Aku sudah lelah menangis.
Mataku sudah sayu. Tiba-tiba terdengar suara tabrakan dari arah jalan raya di
depan rumah. Tante segera menggendongku dan mengintip lewat jendela.
Yang aku dengar saat itu adalah, nama ibu dan
kakak diteriakkan oleh beberapa orang. Dan aku tidak ingat apa-apa lagi karena
aku sudah jatuh tertidur di gendongan tante.
**
“Ibu kamu kecelakaan nak,”
Itu kalimat pertama yang aku tangkap setelah
aku bangun. Aku memandang sekeliling, ternyata aku sudah berada di rumah sakit.
Di kamar ibuku yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Aku melihat kedua kakinya
di gantung di ujung ranjang. Aku menangis lagi, entah menangis karena melihat
ibu, atau karena aku masih kecil saat itu.
Selama hampir 5 bulan ibu dirawat inap dirumah
sakit. Hari pertama pulang kerumah, ibu belum bisa bangun. Kakinya masih di
perban. Menurut cerita yang aku dengar, ibu sangat di sayang oleh dokter dan
suster di rumah sakit. Karena ibu selalu menuruti apa yang di katakan oleh
dokter, tidak seperti pasien yang lain. Dan nenek juga pernah bilang kalau
selama di rumah sakit, ibu tidak pernah menangis bahkan mengeluh kesakitan juga
tidak pernah. Ibuku memang sangat hebat.
10 tahun berlalu begitu cepat. Ibu sudah bisa
berjalan menggunakan tongkat. Setiap subuh, ibu selalu membangunkanku untuk shalat,
tapi aku hanya sekali-kali melakukannya. Setiap malam sebelum tidur, aku
mendengar ibu mengaji di kamarnya.
Ibu tidak pernah meninggalkan shalat meskipun
keadaannya seperti ini. Aku saja yang sehat walafiat saat itu hanya sekali-kali
shalat, tapi ibu yang kalau shalat harus shalat duduk karena tulang pahanya ada
yang patah sehingga dia tidak bisa rukuk dan sujud, tidak pernah meninggalkan
shalat.
Itulah ibuku, setiap akhir shalatnya selalu
memanjatkan doa untuk kedua anaknya. Mungkin doa terakhir yang di sebutnya
adalah doa untuk kesehatannya sendiri, karena yang utama untuknya adalah
anak-anaknya.
Semenjak aku masuk SMP aku sudah jarang
membantu ibu. Ibu semua yang mengerjakan pekerjaan rumah dengan segala
kekurangan di kakinya. Aku selalu keluar bermain. Atau kalau aku dirumah, aku
hanya berdiam diri di dalam kamar.
Ibu tidak pernah mempermasalahkan aku tidak
mengerjakan pekerjaan rumah. Dia hanya sering menegurku karena tidak shalat.
Dan aku hanya mengatakan nanti nanti dan pada akhirnya tidak.
Suatu malam, tahun lalu, aku tidur lebih awal,
sekitaran jam 9. Aku merebahkan tubuhku di kasur. Aku sayup-sayup mendengar
suara ibu yang melantungkan ayat-ayat al-qur’an dengan merdu. Tapi karena aku
sangat lelah setelah seharian dari kampus, aku memilih mendengarkan lagu pop
dari Smartphoneku dari pada mendengarkan suara ibu.
****
“Ibuu,,”
“Ibu jangan tinggalkan kami”
Itu yang kudengar adalah suara kakak yang
memeluk seseorang yang sedang berbaring. Aku berdiri di pintu tidak bisa
bergerak. Aku melihat orang-orang dengan pakaian hitam-hitamnya berjalan menuju
rumah. Menangis seperti kakak. Kakak menggeser sedikit tubuhnya sehingga aku
bisa melihat orang yang di peluknya tadi.
“Itu ibuu..” teriakku dalam hati. Wajah ibu
pucat, tidak bergerak sama sekali. Aku ingin menangis, tapi air mata tidak mau
turun dari mataku. Aku ingin memeluk ibu, tapi tubuh ini tidak bisa bergerak.
***
“Ibuu”
Aku terbangun dari tidurku. Mengelap keringat
yang ada di dahiku, air mata di pipiku. Nafasku memburu. Aku segera turun dari
ranjang dan berlari ke kamar ibu. Ibu masih berbaring nyaman di kasur. Aku
memeluk ibu dengan air mataku membasahi daster lusuhnya. Ibu tersadar dari
tidurnya dan memandangku bingung,
“Maafkan aku bu, maafkan aku.”
“Ada apa nak?” tanya ibuku pelan sambil membelai
kepalaku yang masih memeluknya.
“Aku mimpi buruk bu, sangat buruk. Aku minta
maaf” ucapku tidak teratur karena tangis masih menguasaiku.
“Tenang nak, tidak apa-apa. Sebaiknya kau
shalat sunnah 2 raka’at dulu”
“Iya bu”. Setelah mengucapkan itu, aku
langsung ke kamar mandi mengambil air wudhu dan shalat.
Mimpi buruk itu mengubahku setahun terakhir
ini. Aku tidak pernah lagi meninggalkan shalat. Ibu mengajarkanku banyak hal.
Bersabar, rendah hati, ramah, selalu jujur, dan banyak lagi yang aku bisa banggakan
dari ibu.
“Nak, ayo pulang”
Aku tersentak dari lamunan masa laluku saat
ibu menyentuh bahuku. Aku melihat sekeliling, orang-orang sudah mulai
meniggalkan lapangan.
“Kau memikirkan apa, nak?”
“Tidak bu. Hanya saja, aku bersyukur sekali akhirnya bisa melewati Hari
penuh berkah ini bersama ibu. Ini pertama kalinya, dan aku sangat bahagia.
Terima kasih bu”
“Ibu juga berterima kasih karena kau sudah
tumbuh sebesar ini, nak”
Kami tersenyum dan berjalan keluar lapangan
seperti yang lainnya. Aku membantu ibu berjalan dengan memegang salah satu
tangannya, dan salah satu tangan ibu memegang tongkat.
“Aku bahagia saat ini, Ya Allah. Terima Kasih”
1 Comments
http://taipannnewsss.blogspot.co.id/2018/04/jodoh-dan-zodiak-hubungan-cinta-aries.html
ReplyDeleteQQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!