Oleh : Yulia Pratiwi
“Viola
Agrenata, aku mencintaimu lebih dari yang kau bayangkan. Menyayangimu sampai ke
titik maksimal yang aku punya. Ingin selalu bersamamu sampai akhir hidupku.
Berjanji untuk selalu berusaha melindungimu. Aku serahkan hatiku padamu untuk
kau jadikan sebagai bukti kalau aku tidak mau jauh darimu. Jangan pernah
tinggalkan aku. Karena aku sangat mencintaimu.”
“Aku
juga mencintaimu yang bahkan tidak ada di imajinasi terliarku. Aku tidak pernah
membayangkan kau akan berada di sisiku. Mengatakan dan melakukan hal-hal
romantis setiap hari, setiap bangun tidur. Selalu melindungiku, bahkan tanpa
sepengetahuanku kau sudah diam-diam melindungiku. Aku tidak mungkin
meninggalkan orang yang sangat aku sayang, pelindungku, Rayner Erliyandi.”
Mereka
saling tatap dengan senyum merekah di wajah masing-masing. Lima detik kemudian,
senyum itu digantikan dengan gelak tawa. Menertawakan kalimat-kalimat sendiri,
itulah yang sedang mereka lakukan. Itu memang sudah menjadi rutinitas wajib
mereka setiap akhir pekan. Menikmati udara pagi di halaman belakang, ditemani
coklat hangat. Saling mengucapkan kalimat-kalimat romantis, lalu tertawa
bersama. Lalu tidak sampai tiga menit, suasana damai kembali tercipta.
Masing-masing menikmati indahnya pagi. Aneh memang, tapi itulah mereka.
Vio
menyesap coklatnya dengan masih mengenakan piyama Hello Kitty. Sedangkan Ray
sudah senyum-senyum sendiri –menahan tawanya lagi- melihat wanita cantik di
depannya. Bagaimana tidak ingin tertawa kalau melihat wanita umur 26 tahun yang
sudah bersuami masih mengenakan piyama Hello Kitty?. Itu sangat menggelikan
bagi Ray sekaligus hal yang membuatnya makin jatuh cinta terhadap wanitanya.
Wanita yang beda dari wanita kebanyakan.
Vio
menyadari kelakuan suami tercintanya yang akan tertawa, tapi dia hanya
mengabaikannya dan tetap menyesap coklat hangatnya sambil menutup mata untuk
lebih menikmati coklatnya. Dia hanya tidak ingin suasana akhir pekan mereka
diisi dengan hal-hal yang tidak berguna.
“Kau
masih saja suka coklat” Ray memulai pembicaraan setelah berhasil mengendalikan
ekspresinya. Dia sudah kembali santai setelah sempat menahan tawanya.
“Selamanya
akan suka coklat.”
Mendengar
itu, Ray kembali teringat ke kejadian empat tahun silam, sebelum mereka
memutuskan untuk melangkah ke tahap yang paling serius dalam suatu hubungan.
Kejadian di mana dia dibuat gila oleh wanita yang sangat dicintainya itu.
Bayangkan saja, dia hampir ditolak di depan semua mahasiswi/mahasiswa kampusnya
di Swiss sana.
Saat
itu, Ray sudah duduk di bangku kuliah semester akhir. Sedangkan Vio masih
semester lima. Meskipun beda angkatan, tapi mereka di jurusan yang sama. Vio
sering meminta bantuan kepada Ray masalah tugas. Dan Ray dengan senang hati
akan membantu, asalkan Vio mau menemaninya keluar untuk jalan-jalan di negara
orang.
Mereka
pertama kali bertemu di kampus saat tidak sengaja Vio mengumpat memakai bahasa
negaranya di hari pertamanya masuk kampus. Ray yang mendengar itu langsung
menghampiri Vio dan menanyakan asal negaranya. Dan mulai saat itulah mereka
akrab karena ternyata sama negara. Memang sulit menemukan orang yang berasal
dari negara mereka di kampus itu.
Karena
seringnya mereka bertemu di kampus maupun di luar, tanpa sadar mulai tumbuh
benih-benih cinta dalam hati Ray kepada Vio. Tapi karena sifat pengecutnya Ray,
dia tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Vio. Dia takut Vio akan
menjauhinya karena perasaannya. Jadilah dia masih memendam perasaannya saat
itu.
Suatu
malam mereka keluar lagi. Mereka berjalan kaki di pinggir kota, berbaur dengan
orang asing yang memang selalu ramai jika malam minggu. Mereka singgah di cafe
yang buka 24 jam. Entah kenapa perbincangan malam itu berkisar tentang masa
sekolah.
Sekitar
satu jam membicarakan tentang kenangan-kenangan masa sekolah. Dan akhirnya satu
fakta terungkap malam itu. Fakta yang ternyata tidak pernah merak sadari
sebelumnya.
“Lucunya
lagi Ray, bahkan aku hanya mengenal teman seangkatanku saja. Itu pun hanya
sebagian saja. Maklumlah, SMA Pratama itukan luas dan muridanya banyak banget,
Mana bisa tau semuanya.” Cerita Vio terkekeh sambil meminum coklat hangat yang
dipesannya.
“Kamu
sekolah di Pratama?” ada raut kaget di wajah Ray.
“Iya,
kamu pasti tau sekolah itu kan? Itu sekolah nomor satu di Ibukota.”
“Aku
juga sekolah di situ Vio.”
“Apa?!”
Seru Vio kaget, berhasil membuatnya terbatuk sebentar karena tadinya dia sedang
minum.
Ray
dengan cepat memberikan air putih, Vio menerimanya dan langsung meminumnya.
“Baikan?” tanya Ray khawatir. Vio hanya mengangguk.
“Kita
satu sekolah.” Ulang Ray karena Vio masih memandangnya kaget.
“Jangan
bilang kalau kamu yang naik ke panggung memberikan sambutan waktu acara Reuni
itu?”
“Itu
memang aku, Vio” Vio makin kaget. Matanya sudah seperti mau keluar. “Dan jangan
bilang kalau kamu yang memakai kostum Hello Kitty saat itu?” lanjut Ray yang
menduga-duga tentang masa lalu itu.
“Itu
memang aku, Ray” ucap Vio sudah tidak bisa berfikir dengan fakta yang ada.
Bukan karena mereka ternyata satu sekolah, tapi lebih kepada ternyata Ray
adalah cinta pada tatapan lima detiknya.
Saat
acara reuni itu Vio dan Ray memang pernah bertemu. Bukan bertemu sebenarnya,
tapi hanya saling tatap kurang lebih lima detik. Tapi tatapan lima detik itu
membuat Vio jatuh cinta. Sosok yang tinggi, alisnya tebal, matanya warnah hitam
pekat, hidung mancung, dan bibir yang indah. Sosok sempurna di mata Vio.
Tapi
seiring berlalunya waktu, Vio sudah melupakannya karena tidak pernah bertemu
lagi. Saat pertama bertemu Ray di kampus pun dia tidak pernah berfikir kalau
ternyata cinta tatapan lima detiknya adalah Ray.
Sisa
malam itu mereka habiskan dalam diam. Berjalan menyusuri jalan pulang dengan
ditemani suara langkah kaki dan dinginnya malam. Dalam hati, Ray berjanji tidak
akan pengecut lagi terhadap perasaannya. Setelah mengetahui bahwa Vio adalah si
Hello Kitty, dia akan melangkah maju, memperjuangkan perasaannya.
Dan
benar saja, esok harinya Ray langsung bertindak. Mengumpulkan semua
mahasiswa/mahasiswi kampusnya di lapangan utama kampus. Dan dengan lantang
mengungkapkan cintanya kepada Vio. Vio yang sangat malu saat itu, segera
berbalik dan ingin segera meninggalkan lapangan. Ray yang khawatir langsung
mengejar Vio, meraih tangan Vio.
“Vio,
aku benar-benar mencintaimu. Hari-hariku di kampus ini sangat menyenangkan
karena kamu. Kamu adalah senyumku, sedihku, bahagiaku. Kau mengajariku apa
artinya takut kehilangan. Dua setengah tahun kita selalu bersama di sini, itu
sudah cukup untuk membuatku jatuh cinta kepadamu”
Ray
membalikkan tubuh Vio yang masih membelakanginya saat dia mengucapkan isi hatinya.
Mereka saling bertatapan lama. Ray mengeluarkan boneka Hello Kitty dan coklat
Toblerone dari tasnya, lalu memberikannya kepada Vio. Vio menatap dua benda itu
dengan takjub. Perasaannya campur aduk. Senang, bahagia, terharu. Dia juga
mencintai Ray, itulah yang tertangkap darinya.
Vio
mengambil boneka dan coklat yang diberikan Ray, tersenyum. Dia lalu dengan
berani memeluk Ray dengan erat. Semua yang melihat itu bertepuk tangan meskipun
tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan Ray. Ray menjadi orang yang paling
bahagia saat itu. Bukan hanya Ray, tapi Vio juga.
“Ngelamunin
apa, papa?”
Ray
tersentak saat purti satu-satunya yang masih berusia 2 tahun itu naik ke
pangkuannya. Ray hanya tersenyum kepada putrinya dan memandang wanitanya yang
juga tersenyum.
Mereka
bahagia.
~~END~~
0 Comments